Sindrom Stevens-Johnson atau yang dikenal dengan istilah Stevens-Johnson Syndrome (SJS) adalah kondisi kegawatdaruratan medis yang tergolong langka namun sangat serius. Penyakit ini ditandai dengan reaksi alergi berat yang menyerang kulit dan selaput lendir, menyebabkan ruam, lepuhan, dan pengelupasan kulit yang sangat menyakitkan. Kondisi ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1922 oleh dua dokter bernama Dr. Stevens dan Dr. Johnson ketika mereka menemukan kasus pada dua pasien anak laki-laki.
Meskipun angka kejadiannya hanya sekitar 0,05% dari total pasien rawat inap, dampak yang ditimbulkan sangatlah signifikan karena dapat mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat. Yang membuat kondisi ini begitu berbahaya adalah kemampuannya untuk menyerang tidak hanya kulit, tetapi juga organ-organ penting lain seperti mata, mulut, saluran kemih, dan bahkan sistem pernapasan.
Bagi kamu yang mungkin belum familiar dengan kondisi ini, kamu bisa membayangkan jika kulitmu mengalami reaksi alergi yang begitu hebat hingga lapisan terluarnya mulai terkelupas dan melepuh, disertai rasa nyeri yang luar biasa. Kurang lebih, itulah gambaran kasar dari sindrom Stevens-Johnson yang perlu kamu waspadai, terutama jika kamu sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu.
Penyebab Utama Sindrom Stevens-Johnson
1. Obat-obatan
Lebih dari 80% kasus sindrom Stevens-Johnson disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obatan. Hal ini menjadikan faktor obat sebagai penyebab utama yang perlu kamu waspadai. Beberapa jenis obat yang paling sering memicu kondisi ini antara lain:
Obat Anti-inflamasi dan Pereda Nyeri:
- Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) seperti ibuprofen, naproxen, dan piroxicam
- Meloxicam dan diklofenak
- Paracetamol, yang dalam penelitian di Indonesia menjadi penyebab tertinggi (16,56% hingga 22,2%)
Antibiotik:
- Golongan sulfonamida seperti kotrimoksazol
- Penisilin dan turunannya seperti amoxicillin
- Sefalosporin seperti cefadroxil dan ceftriaxone
Obat Antikejang:
- Carbamazepine (20,4% kasus di Indonesia)
- Phenytoin, lamotrigine, dan phenobarbital
2. Infeksi
Terutama pada anak-anak, infeksi virus dapat menjadi pemicu sindrom Stevens-Johnson. Beberapa jenis infeksi yang terkait meliputi:
- Virus herpes simplex (19,7% kasus)
- Pneumonia dan Mycoplasma pneumoniae
- HIV, hepatitis A, dan influenza
- Cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus
3. Faktor Genetik dan Lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom Stevens-Johnson. Kerentanan genetik tertentu dapat membuat tubuh lebih sensitif terhadap obat-obatan atau infeksi yang memicu kondisi ini.
Gejala dan Tanda-tanda yang Harus Diwaspadai
Sindrom Stevens-Johnson biasanya dimulai dengan gejala yang menyerupai flu, sehingga sering kali tidak langsung terdiagnosis. Gejala awal ini meliputi:
- Demam tinggi hingga 38°C atau lebih
- Nyeri tubuh dan malaise
- Sakit kepala dan menggigil
- Batuk berdahak dan sakit tenggorokan
- Mual, muntah, dan diare
- Rinitis dan myalgia
Fase prodromal ini dapat berlangsung selama 1-14 hari sebelum muncul gejala khas pada kulit.
Trias Kelainan Khas
Sindrom Stevens-Johnson memiliki tiga kelainan karakteristik yang dikenal sebagai “trias kelainan”:
1. Kelainan Kulit:
- Eritema yang menyebar luas secara cepat
- Lesi target atipikal tanpa indurasi
- Vesikel dan bula yang mudah pecah
- Erosi dan ekskoriasi yang luas
- Purpura pada kasus yang berat
2. Kelainan Selaput Lendir:
- Mukosa mulut (100% kasus) dengan krusta hitam tebal pada bibir
- Kelainan genital (50% kasus)
- Kelainan di lubang hidung dan anus (8% dan 4%)
3. Kelainan Mata:
- Konjungtivitis dengan hiperemis
- Sekret purulen berwarna kuning kehijauan
- Risiko kerusakan kornea dan kebutaan
Distribusi dan Karakteristik Lesi
Lesi sindrom Stevens-Johnson memiliki pola distribusi yang khas:
- Muncul secara simetris pada wajah dan batang tubuh atas
- Bagian proksimal ekstremitas lebih sering terkena
- Jarang mengenai bagian distal ekstremitas
- Dapat menyebar secara generalisata dalam hitungan jam
Faktor Risiko yang Perlu Diketahui
1. Kondisi Medis Tertentu
Beberapa kondisi kesehatan dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom Stevens-Johnson:
- HIV/AIDS: Meningkatkan risiko hingga 1000 kali lipat dibandingkan populasi umum
- Kanker: Terutama kanker darah atau keganasan hematologi
- Diabetes melitus: Menjadi penyakit penyerta terbanyak (18%)
- Epilepsi: Sebagai komorbiditas tersering (27%)
2. Faktor Demografis
Penelitian di Indonesia menunjukkan beberapa pola demografis:
- Lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 3:1
- Usia terbanyak 25-59 tahun (31,81% hingga 48,6%)
- Pada perempuan, kejadian TEN lebih tinggi dibandingkan SJS
3. Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah
Kondisi imunosupresi meningkatkan risiko sindrom Stevens-Johnson:
- Pasca transplantasi organ
- Efek samping kemoterapi
- Penyakit autoimun
- Penggunaan obat imunosupresan
Diagnosis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis sindrom Stevens-Johnson terutama ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik yang menunjukkan trias kelainan khas. Dokter akan mencari:
- Tanda Nikolsky positif: Kulit mudah terkelupas dengan tekanan ringan
- Deskuamasi kulit: Pengelupasan lapisan kulit
- Keterlibatan mukosa: Minimal dua area mukosa harus terlibat
Pemeriksaan Penunjang
Meskipun diagnosis utama berdasarkan klinis, beberapa pemeriksaan lain dapat membantu, seperti:
1. Pemeriksaan Darah:
- Anemia pada kasus dengan perdarahan
- Kadar IgM dan IgG meninggi
- Circulating immune complex dapat terdeteksi
2. Biopsi Kulit:
- Dilakukan jika lesi klasik tidak ada
- Menunjukkan nekrosis epidermal dan infiltrat sel mononuklear
3. Pemeriksaan Pencitraan:
-
Foto Rontgen dada untuk menyingkirkan pneumonia
Diagnosis Banding
Beberapa kondisi yang perlu dibedakan dari sindrom Stevens-Johnson:
- Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) – bentuk yang lebih berat
- Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
- Eritema multiforme
- Konjungtivitis membranosa
Komplikasi Serius yang Mengancam
Komplikasi Akut
Sindrom Stevens-Johnson dapat menyebabkan komplikasi akut yang mengancam jiwa:
Gangguan Sistemik:
- Dehidrasi berat: Akibat kehilangan cairan melalui kulit yang rusak
- Hipovolemia dan gagal ginjal akut: Hingga 30% pasien mengalami kondisi ini
- Hipotermia: Karena gangguan termoregulasi
- Sepsis dan bakteremia: Komplikasi paling berbahaya dengan patogen tersering Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp
Gangguan Organ:
- Gagal napas: Akibat kerusakan epitel bronkus dan trakea
- Pneumonia dan ARDS: Komplikasi sistem pernapasan
- Gagal organ multipel: Melibatkan paru, hepar, dan ginjal
Komplikasi Kronis (Gejala Sisa)
Komplikasi jangka panjang dapat berlangsung selama bertahun-tahun:
Gangguan Mata (20-79% kasus):
- Mata kering dan sensasi seperti berpasir
- Simblefaron dan trikiasis
- Gangguan tajam penglihatan hingga kebutaan
Gangguan Kulit:
- Dispigmentasi dan hiperhidrosis
- Alopesia (kerontokan rambut)
- Jaringan parut permanen
- Onikolisis (kelainan kuku)
Gangguan Organ Lain:
- Striktur esofagus, anus, dan uretra
- Sinekia genital
- Gangguan produksi saliva
- Bronkitis dan bronkiektasis
Penanganan dan Pengobatan
Penghentian Obat Penyebab
Langkah pertama dan terpenting adalah mengidentifikasi dan menghentikan segera konsumsi obat yang dicurigai sebagai pemicu. Kecepatan penghentian obat ini sangat menentukan tingkat mortalitas pasien.
Perawatan Gawat Darurat
Pasien sindrom Stevens-Johnson memerlukan perawatan intensif di rumah sakit:
Resusitasi Cairan:
- Pemberian cairan elektrolit seperti normal saline 0,7 ml/kg per persen luas permukaan tubuh
- Monitoring ketat terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit
Nutrisi dan Dukungan:
- Pemberian nutrisi melalui selang makanan
- Penggantian cairan dan kalori yang hilang
Terapi Medikamentosa
1. Kortikosteroid Sistemik:
- Metilprednisolon dengan rata-rata dosis 65 mg/hari
- Diberikan pada semua kasus dengan rata-rata lama perawatan 10 hari
- Masih kontroversial namun banyak digunakan di Indonesia
2. Obat Simptomatik:
- Analgesik untuk mengatasi nyeri hebat
- Antihistamin untuk meredakan gatal
- Antibiotik jika terjadi infeksi sekunder
Perawatan Khusus
Perawatan Mata:
- Konsultasi dengan dokter spesialis mata
- Pemberian obat tetes mata atau salep
- Pencegahan sinekia dan striktur
Perawatan Luka:
- Kompres dingin untuk meredakan nyeri
- Perawatan seperti luka bakar untuk kasus berat
- Pencegahan infeksi sekunder
Prognosis dan Tingkat Kesembuhan
Skala SCORTEN
Prognosis pasien dapat diprediksi menggunakan skala SCORTEN yang dikembangkan untuk menilai tingkat keparahan. Skor ini membantu memperkirakan tingkat mortalitas berdasarkan berbagai parameter klinis.
Angka Kesembuhan
Penelitian di Indonesia menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan:
- Tingkat kesembuhan mencapai 95,46%
- Angka kematian dapat ditekan hingga 0% dengan penanganan yang tepat
- Sebagian besar pasien (81,82%) memiliki tingkat keparahan ringan
Faktor yang Mempengaruhi Prognosis
- Luas area yang terkena: Semakin luas, semakin buruk prognosis
- Kecepatan penanganan: Penghentian obat dan terapi dini sangat menentukan
- Komplikasi sistemik: Sepsis dan gagal organ meningkatkan mortalitas
- Usia dan kondisi umum pasien: Pasien dengan komorbiditas berisiko lebih tinggi
Pencegahan dan Edukasi
Pencegahan Primer
Riwayat Alergi yang Lengkap:
- Selalu informasikan kepada dokter tentang riwayat alergi obat
- Catat nama obat yang pernah menyebabkan reaksi alergi
- Gunakan gelang atau kalung medis untuk identifikasi alergi
Pemberian Obat yang Hati-hati:
- Hindari pemberian obat tanpa indikasi medis yang jelas
- Pertimbangkan alternatif obat dengan risiko lebih rendah
- Monitor ketat pada pasien dengan riwayat SJS
Pencegahan Sekunder
Edukasi Pasien:
- Hindari konsumsi obat yang sama atau segolongan dengan pemicu
- Waspada terhadap obat dengan risiko tinggi atau sedang
- Segera konsultasi jika muncul gejala awal
Follow-up Jangka Panjang:
- Pemeriksaan berkala untuk mendeteksi komplikasi kronis
- Evaluasi fungsi mata secara rutin
- Konseling psikologis jika diperlukan
Upaya Kesehatan Masyarakat
- Peningkatan kesadaran tenaga kesehatan tentang SJS
- Sistem pelaporan reaksi obat yang lebih baik
- Edukasi masyarakat tentang penggunaan obat yang rasional
Kesimpulan
Sindrom Stevens-Johnson merupakan kondisi kegawatdaruratan kulit yang langka namun berpotensi fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Lebih dari 80% kasus disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obatan, dengan paracetamol dan carbamazepine menjadi penyebab tersering di Indonesia.
Kondisi ini ditandai dengan trias kelainan khas berupa gangguan kulit, selaput lendir, dan mata yang dapat berkembang menjadi komplikasi serius seperti sepsis, gagal organ, bahkan kematian. Namun, dengan penanganan yang cepat dan tepat, tingkat kesembuhan dapat mencapai lebih dari 95%.
Kunci utama dalam mengatasi sindrom Stevens-Johnson adalah kewaspadaan dini, penghentian segera obat pemicu, dan perawatan intensif di rumah sakit. Pencegahan melalui pencatatan riwayat alergi yang lengkap dan penggunaan obat yang rasional menjadi langkah penting untuk menghindari kekambuhan.
Bagi kalian yang mengonsumsi obat-obatan, terutama yang berisiko tinggi seperti antikonvulsan, antibiotik, atau obat anti-inflamasi, selalu waspada terhadap gejala awal seperti demam, nyeri tubuh, dan ruam kulit. Jangan ragu untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala-gejala tersebut, karena penanganan dini dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah komplikasi serius.
Leave a Comment